PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS IV MI MIFTAHUL HUDA KECAMATAN MERAKURAK KABUPATEN TUBAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING TAHUN PELAJARAN 2013/2014



PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS IV MI MIFTAHUL HUDA KECAMATAN MERAKURAK KABUPATEN TUBAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING
TAHUN PELAJARAN 2013/2014


SKRIPSI


Oleh
MUJIANTO
NPM : 1119090854



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE (UNIROW) TUBAN
2013
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS IV MI MIFTAHUL HUDA KECAMATAN MERAKURAK KABUPATEN TUBAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING
TAHUN PELAJARAN 2013/2014


SKRIPSI


Oleh
MUJIANTO
NPM : 1119090854



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE (UNIROW) TUBAN
2013
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS IV MI MIFTAHUL HUDA KECAMATAN MERAKURAK KABUPATEN TUBAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING
TAHUN PELAJARAN 2013/2014


SKRIPSI


Diajukan untuk Memenuhin Salah Satu Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada
Universitas PGRI Ronggolawe (UNIROW) Tuban

Oleh
MUJIANTO
NPM : 1119090854



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE (UNIROW) TUBAN
2013
Skripsi yang berjudul “PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS IV MI MIFTAHUL HUDA KECAMATAN MERAKURAK KABUPATEN TUBAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING TAHUN PELAJARAN 2013/2014” telah diperiksa dan disetujui untuk diuji.



Tuban, 15 September 2013
Dosen Pembimbing


Drs. Totok Supiyanto, M.Pd



Skripsi ini telah diuji dan dinilai oleh tim penguji skripsi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNIROW Tuban pada hari .......tanggal........tahun 2013.

Penguji I :


Nama beserta gelar penguji I

Penguji II :

Nama beserta gelar penguji I

Ketua Penguji,

Nama beserta gelar ketua penguji
Sekretaris Penguji,

Nama beserta gelar sekretaris penguji


Mengetahui,
Dekan

Nama dan Gelar Dekan


MOTTO DAN PERSEMBAHAN


Motto : - “Keberadaan seorang hamba yang dicintai Allah lebih tinggi derajadnya daripada hamba yang mencintai Allah, maka yang menjadi tujuan bukanlah bagaimana engkau mencintai Allah melainkan bagaimana agar Allah mencintaimu ” ( Ibnu Qayyim Al Jauziyah ).
-          Dan janganlah kita bangga dengan keberhasilan yang kita raih dengan berlebihan karena akan mengubah niat kita kepada Allah. Rasulullah bersabda : ”Allah tidak melihat rupa dan harta kalian tetapi Allah melihat hati kalian”



Kupersembahkan kepada :
1.      Bapak dan Ibu tercinta
2.      Istriku tercinta
3.      Sahabatku tersayang



KATA PENGANTAR



Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Peningkatan Kemampuan Berbicara Berbahasa Indonesia Siswa Kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Role Playing Tahun Pelajaran 2013/2014” tepat waktu. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan sekolah dasar.
Penulisan skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.      Bapak Drs. Hadi Tugur, M.Pd, MM selaku Rektor Universitas PGRI Ronggolawe Tuban.
2.      Drs. Totok Supiyanto, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah mengarahkan serta mencurahkan pikiran dalam penyusunan skripsi ini.
3.      Drs. Rusman, M.Pd selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing saya serta memberikan ilmu kepada saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
4.      Bapak Syamsul Hadi, S.Ag selaku kepala sekolah MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian.
5.      Bapak Shobahul Huda, S.Pd.I selaku wali kelas IV Mi Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu saya melakukan penelitian ini.
6.      Bapak Mulyadi, S.Pd yang memberi petunjuk kepada saya untuk melakukan penelitian di MI Miftahul Huda.
7.      Sahabat-sahabatku mahasiswa FKIP PGSD UNIROW Tuban KPP Perbon 1 angkatan 2009 yang selalu setia menemani saya.
Harapan penulis semoga skripsi ini mempunyai arti dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan bisa dijadikan acuhan untuk penelitian lebih lanjut serta bermanfaat bagi pembaca.


Tuban, 15 September 2013
Penulis


ABSTRAKSI


Mujianto, 2013      : “Peningkatan Kemampuan Berbicara Berbahasa Indonesia Siswa Kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Role Playing Tahun Pelajaran 2013/2014”
Pembimbing I        : Drs. Totok Supiyanto, M.Pd.
Pembimbing II       : Drs. Rusman, M.Pd.
Kata Kunci            : Melengkapi Percakapan Bahasa Indonesia, Komik Percakapan


Rendahnya kemampuan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban disebabkan oleh perasaan takut berpendapat, penggunaan bahasa yang belum tepat dan lafalan kalimat yang masih kurang benar. Hal ini menyebabkan hasil pembelajaran kurang optimal. Jika siswa punya keberanian berbicara dan berpendapat serta disajikan pendekatan yang lebih variatif dan menarik akan bisa meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia.
Metode pembelajaran role playing dipandang oleh peneliti tepat untuk mengatasi masalah tersebut, karena dengan teknik ini maka siswa secara tidak sengaja belajar melafalkan ujaran dengan benar dan menyusun kalimat dengan menggunakan kosakata yang tepat serta tatabahasa yang benar melalui peran yang mereka mainkan. Semakin sering siswa memproduksi kalimat maka semakin lancar mereka mengungkapkan gagasan atau idenya.
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut Classroom Action Research (CAR). Dimana guru melakukan peranan sebagai peneliti dan kelas sebagai laboratorium. PTK dimulai dengan refleksi awal, yaitu guru merefleksikan masalah-masalah yang ada dikelasnya. Kegiatan ini meliputi identifikasi masalah, analisis masalah, perumusan masalah, dan perumusan hipotesis tindakan. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan melalui 4 tahap, yakni: Perencanaan (Planning), Tindakan (Action), Pengamatan (Observation), dan Refleksi (Reflective).
Hasil belajar peningkatkan kemampuan berbicara berbahasa Indonesia siswa kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban dengan menggunakan metode pembelajaran role playing Tahun Pelajaran 2013/2014 pada siklus I diperoleh data bahwa hasil tes evaluasi siswa yang mencapai KKM 70 (tuntas) sejumlah 7 siswa dan yang belum mencapai KKM 70 (tidak tuntas) sejumlah 10 siswa dan ketuntasan klasikalnya adalah 47%. Pada siklus II diperoleh data bahwa hasil tes evaluasi siswa yang mencapai KKM 70 (tuntas) sejumlah 15 siswa dan yang belum mencapai KKM 70 (tidak tuntas) sejumlah 2 siswa dan ketuntasan klasikal menjadi 88%.


BAB I
PENDAHULUAN



A.  Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang membelajarkan siswa untuk berkomunikasi dengan baik dan benar. Komunikasi ini dapat dilakukan baik secara lisan maupun tulisan. Dengan kesimpulan tersebut, maka standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal siswa yang menggambarkan penugasan, pengetahuan, ketrampilan berbahasa, sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi siswa untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Proses belajar adalah serangkaian aktivitas yang terjadi pada pusat syaraf individu yang sedang belajar. Proses belajar terjadi secara abstrak karena yang sedang mengalami proses adalah mental, sehingga tidak bisa dialami secara langsung dengan mata telanjang.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Sedangkan secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.



Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilkukan oleh peserta didik atau murit. Menurut Corey (dalam Joko dan Sonhaji, 2009:6) konsep pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Mengajar menurut William H. Burton adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Mengajarkan Bahasa Indonesia tidaklah mudah. Sekalipun materi–materi yang diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia tergolong sangat sederhana namun tidak membuat siswa dapat mudah menerima ataupun tertarik mempelajarinya, sehingga guru harus mampu mengemas pembelajaran dengan semenarik mungkin. Apabila suasana belajar kurang menyenangkan akan mengakibatkan siswa tidak termotivasi, siswa tidak konsentrasi, siswa tidak aktif dan cenderung bermain sendiri. Dengan kondisi tersebut tentunya suasana belajar di kelas menjadi kurang kondusif, begitu pula dengan motivasi belajar siswanya yang rendah. Maka dari itu perlu adanya desain khusus untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Metode pembelajaran yang menarik dan dapat memicu siswa untuk ikut serta secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar yaitu metode pembelajaran aktif. Pada dasarnya, pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif. Dimana peserta didik diajak untuk turut serta dalam proses pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran aktif yang dapat mengatasi permasalahan di atas yaitu tipe Role Playing.
Menurut Gillian Porter Ladousse (dalam Nazwadzulfa, 2009) ‘role playing’ berasal dari kata ‘role’ yang artinya ambil bagian dalam sebuah kegiatan khusus dan ‘play’ yang artinya peranan itu diambil/dipakai dalam sebuah lingkungan dimana siswa dapat mengembangkan sepenuhnya daya cipta dan bermain. Sekelompok siswa bermain peran di dalam kelas dengan baik sama halnya dengan sekolompok anak yang sedang bermain sekolah-sekolahan, perawat dan dokter. Keduanya secara tidak sadar mengaktualisasikan dan dengan bermain peran mereka mencobakan pengetahuan dunia nyatanya dan mengembangkan kemampuannya untuk berinteraksi dengan masyarakat. Kegiatan ini sangat menyenangkan dan tidak merusak pribadi siswa atau anak tersebut. Bermain peran ini akan dapat  menumbuhkan kepercayaan diri daripada merusaknya.
Peneliti mencoba memberi variasi lain untuk menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap Bahasa Indonesia. Salah satu strategi yang telah peneliti lakukan adalah belajar sambil bermain, yang dikemas dalam sebuah permainan peran atau yang dikenal dengan role playing. Agar mereka merasa senang dengan pembelajaran Bahasa Indonesia.
Dengan role playing, siswa akan mempersiapkan terlebih dulu bentuk percakapannya, kalimat-kalimat yang hendak disampaikan. Dan saat memproduksi kalimat inilah banyak kendala yang mereka hadapi, antara lain:  pilihan kosakata, ujaran, pelafalan maupun ketatabahasanya. Masalah yang paling banyak dijumpai adalah proses menyusun kalimat sesuai dengan tatabahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan kalimat dan mempercepat pemahaman materi Bahasa Indonesia sehingga tampilan mereka dalam bermain peran dapat optimal.
Manfaat dari pada metode Role playing adalah banyak macam pengalaman bisa dibawa kedalam kelas lewat role playing. Rentangan fungsi dan struktur bahasa dan luasnya kosakata yang diperkenalkan melaju/berkembang tanpa batas. Melalui role playing kita bisa melatih siswa mengembangkan ketrampilan berbicara dalam berbagai situasi. Role playing meletakkan siswa pada berbagai situasi yang bermanfaat untuk mengembangkan bahasa dalam memperlicin hubungan social. Role playing membantu kebanyakan siswa pemalu dengan menyediakannya sebuah topeng. Beberapa siswa pendiam mungkin mempunyai kesulitan dalam berinteraksi dan beraktivitas lainnya. Dengan role playing siswa terbebas oleh karena mereka tidak merasa pribadinya terlibat.
Alasan terpenting menggunakan role playing tidak lain adalah kegembiraan. Sekali siswa memahami dengan apa yang diharapkan, mereka menikmati imajinasinya.
 Role playing di tingkat dasar. Mencoba memikirkan bahasa yang akan siswa gunakan. Siswa mungkin perlu ekstra dukungan untuk memiliki bahasa tersebut. Ketika mereka sedang bermain peran, siswa merasa telah dilengkapi dengan bahasa yang memadai. Untuk tingkat lebih tinggi, siswa tidak perlu banyak dukungan tetapi mereka perlu waktu masuk dalam peranan itu.
Banyak teknik untuk meningkatkan kemampuan berbicara, namun peneliti lebih cenderung memilih teknik role playing karena memiliki daya tarik tersendiri bagi siswa. Mengapa demikian? Pertama siswa terlebih dulu menyusun sebuah narasi, mereka secara tidak sengaja belajar menyusun kalimat menurut tata bahasa Indonesia yang benar. Andaikan kalimat yang mereka hasilkan tidak sesuai dengan tatabahasa yang benar, maka akan mempersulit pemahaman bagi lawan bicaranya ataupun bagi yang mendengarkan.
Pendampingan guru harus diperlukan karena mereka masih baru mengenal tatabahasa Indonesia dan minim kosakata. Kedua, setelah siswa selesai menyusun narasi, mereka belajar memperagakan isi narasi tersebut dalam unjuk kerja yang berupa bermain peran. Siswa secara tidak sengaja lagi belajar melafalkan kosakata dengan benar dan juga belajar akting sesuai dengan yang mereka perankan. Dengan semakin sering siswa diberi kesempatan untuk tampil di depan kelas baik itu menjawab pertanyaan ataupun unjuk kerja lainnya, lama-kelamaan mereka akan berani menyampaikan gagasannya, dan nantinya  mereka akan mempunyai rasa percaya diri. Tidak sedikit orang yang takut berbicara baik secara formal maupun informal didepan forum.
            Walaupun secara alamiah setiap orang mampu berbicara, namun berbicara secara formal atau dalam situasi resmi sering menimbulkan kegugupan sehingga gagasan yang dikemukakan menjadi tidak teratur. Bahkan yang lebih parah lagi ada orang yang tidak berani berbicara sama sekali. Anggapan bahwa setiap orang dengan sendirinya dapat berbicara, telah menyebabkan pembinaan kemampuan berbicara ini sering diabaikan.
Rendahnya kemampuan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban disebabkan oleh perasaan takut berpendapat, penggunaan bahasa yang belum tepat dan lafalan kalimat yang masih kurang benar. Hal ini menyebabkan hasil pembelajaran kurang optimal. Jika siswa punya keberanian berbicara dan berpendapat serta disajikan pendekatan yang lebih variatif dan menarik akan bisa meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia.
Metode pembelajaran role playing dipandang oleh peneliti tepat untuk mengatasi masalah tersebut, karena dengan teknik ini maka siswa secara tidak sengaja belajar melafalkan ujaran dengan benar dan menyusun kalimat dengan menggunakan kosakata yang tepat serta tatabahasa yang benar melalui peran yang mereka mainkan. Semakin sering siswa memproduksi kalimat maka semakin lancar mereka mengungkapkan gagasan atau idenya.

B.  Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan antara lain:
1.      Masalah yang berasal dari siswa:
a.       Siswa kurang memahami konsep dengan baik.
b.      Kurangnya motivasi untuk mengikuti proses pembelajaran.
c.       Tidak berani mengajukan pertanyaan.
d.      Kurang tertarik dengan materi yang disajikan guru.

2.      Masalah yang berasal dari guru:
a.       Pernelasan guru cenderung monoton.
b.      Penjelasan yang diberikan guru kurang menarik karena tidak menggunakan metode pembelajaran dengan tepat.
c.       Kurangnya kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar.

Berdasarkan identifikasi masalah, Peneliti termotivasi untuk mengetahui sebab-sebab munculnya masalah tersebut dan berupaya mencari penyelesaiannya dengan memilih dan menggunakan strategi serta metode pembelajaran yang tepat.

C.  Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan mengingat keterbatasan waktu dan tenaga serta untuk menghindari kesalah tafsiran dari pebaca, maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah, dalam penelitian ini diberikan batasan masalah sebagai berikut:
1.      Perbaikan pembelajaran yang dilakukan yaitu pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode pembelajaran Role Playing.
2.      Materi dibatasi pada pokok bahasan berbicara.
3.      Penelitian siswa dibatasi pada siswa kelas IV di MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2013/2014.
4.      Permasalahan dibatasi pada keefektifan dan peningkatan hasil belajar siswa melalui penggunaan metode pembelajaran role playing.

D.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang sudah dijabarkan di atas, permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.   Apakah penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kemampuan berbicara berbahasa Indonesia siswa kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2013/2014?
2.   Bagaimana hasil belajar peningkatkan kemampuan berbicara berbahasa Indonesia siswa kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban dengan menggunakan metode pembelajaran role playing Tahun Pelajaran 2013/2014?
                  
E.  Definisi Operasional (Spesifikasi Variabel)
1.      Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menyebabkan, yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau diamati.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: metode role playing, yang dimaksud dengan metode role playing adalah:
a.       Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b.      Role Playing adalah suatu kegiatan berbicara dimana pemain dapat berperan sebagai orang lain maupun dirinya sendiri dalam berbagai situasi imajinatif yang mampu mengembangkan kemampuan daya cipta dan bermain sepenuhnya.

2.      Variabel Terikat adalah faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu faktor-faktor yang muncul atau tidak muncul atau berubah sesuai dengan yang diperkenalkan oleh peneliti
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah: Peningkatkan Keterampilan Berbicara Berbahasa Indonesia.
Yang dimaksud dengan Peningkatkan Keterampilan Berbicara Berbahasa Indonesia adalah :
a.       Bahasa adalah sistem lambing bunyi yang arbiter yang digunakan oleh anggota suatu masyrakat untuk bekerja sama, berinteraksi/ berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.
b.      Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.

F.  Tujuan Penelitian
Setelah kegiatan pembelajaran kemampuan berbahasa Indonesia dengan menggunakan Role playing, tujuan yang diharapkan penulis setelah melakukan penelitian ini adalah:
1.      Untuk meningkatkan kemampuan berbicara berbahasa Indonesia siswa kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan menggunaan metode role playing.
2.      Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam kemampuan berbicara berbahasa Indonesia siswa kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban dengan menggunakan metode pembelajaran role playing Tahun Pelajaran 2013/2014.

G.  Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat yang berarti bagi :
1.      Bagi peneliti:
a.       Berdampak bagi pengembangan profesionalisme guru terutama dalam penyusunan karya tulis ilmiah
b.      Meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia.
2.      Siswa:
a.       Mudah menerima materi pelajaran khususnya meningkatkan kemampuan berbicara
b.      Merasa mendapat perhatian serta kesempatan untuk menyampaikan gagasan  sesuai dengan kemampuannya.
3.      Guru :
a.       Sebagai rujukan untuk mengembangkan profesionalitasnya, terutama dalam pembuatan karya tulis ilmiah yang nantinya beroleh manfaat untuk kenaikan pangkat.

4.      Lembaga:
a.       Adanya sumber daya manusia yang berkualitas, maka akan menghasilkan anak didik yang berkualitas pula sehingga secara otomatis tujuan pendidikan akan tercapai secara optimal.





BAB II
LANDASAN TEORI



A.    Belajar dan Pembelajaran
1.      Pengertian Belajar
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Sedangkan secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa pendapat lain tentang pengertian belajar yaitu :
a.       Soekamto dan Winoto Putra (dalam Joko dan Sonhaji, 2009:16) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dapat menyebabkan perubahan tingkah laku yang disebabkan adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi dalam diri seseorang. Perubahan ini tidak terjadi karena adanya warisan genetik atau respon alamiah, kedewasaan atau keadaan organisme yang bersifat temporer seperti kelelahan, pengaruh obat-obatan, rasa takut, dan sebagainya. Perubahan ini tidak lain disebabkan oleh perubahan dalam pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi, atau gabungan dari semuanya.


b.      ”Belajar adalah suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku.
c.       “Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu seumur hidup”.
d.      “Belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru”.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses dari pengembangan hidup manusia yang berlangsung aktif dengan menggunakan berbagai upaya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Disengaja atau tidak, perubahan yang terjadi dalam proses belajar ini bisa kearah lebih baik (positif) atau malah sebaliknya menuju kearah yang lebih buruk (negatif).
Siswa dikatakan belajar jika pada diri siswa terdapat suatu perubahan tingkah laku dan pemikiran sebagai hasil pengalaman saat berinteraksi dengan lingkungannya baik dengan guru, teman, buku pelajaran, bahkan dengan alam sekitar. Perubahan itu secara menyeluruh meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dari beberapa definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan beberapa ciri belajar, antara lain :
a.       Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior). Hal ini hanya bisa diamati dari perubahan tingkah laku, misal adanya perubahan dari anak yang kurang terampil menjadi terampil, dari tidak tahu menjadi tahu, dan sebagainya.
b.      Perubahan perilaku relatif permanen. Ini berarti perubahan tingkah laku yang terjadi akibat dari belajar akan tetap dan tidak berubah, namun perubahan tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup.
c.       Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, karena perubahan prilaku tersebut bersifat potensial.
d.      Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
Proses belajar adalah serangkaian aktivitas yang terjadi pada pusat syaraf individu yang sedang belajar. Proses belajar terjadi secara abstrak karena yang sedang mengalami proses adalah mental, sehingga tidak bisa dialami secara langsung dengan mata telanjang.

2.      Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilkukan oleh peserta didik atau murit. Konsep pembelajaran menurut Corey (dalam Joko dan Sonhaji, 2009:6) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Mengajar menurut William H. Burton adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.

B.     Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Sebagai perluasan dari batasan ini dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis,neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehinga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.
Dengan demikian maka berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrument yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahamai atau tidak, baik bahan pembicaraanya maupun para penyimaknya: apakah dia bersikap tenang, serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak.
Secara umum, berdasarkan jumlah siswa yang terlibat, pola pembelajaran keterampilan berbicara dibedakan atas keterampilan berbicara secara individual maksudnya dilakukan oleh siswa secara sendirian. Keterampilan berbicara dilakukan secara berpasangan sebagaimana dalam kegiatan wawancara, dan keterampilan berbicara oleh siswa dalam kelompok, misalnya dalam diskusi. Keterampilan berdiskusi melibatkan interaksi dengan siswa lain dalam jumlah partisipan cukup besar.
1.      Teknik pembelajaran berbicara
Teknik pembelajaran berbicara individual atau teknik berbicara secara individu dapat dilakukan dengan beberapa teknik. Teknik yang dimaksud antara lain:
a.       Memperkenalkan Diri.
Memperkenalkan diri adalah mengekspresikan diri untuk lingkungan dan teman baru. Misalnya nama, alamat, hobi, cita-cita, dan sebagainya.
b.      Memberikan petunjuk/cara membuat sesuatu.
Memberikan petunjuk mengenai hal, misalnya menjelaskan arah, letak sesuatu, dan cara mengerjakan sesuatu. Dalam memberikan petunjuk diperlukan kejelasan dan ketepatan. Syarat-syarat petunjuk yang baik antara lain: singkat agar mudah diingat, tepat agar tidak salah tafsir, tegas, maksudnya tidak goyah informasi.


c.       Mengemukakan Fakta.
Fakta diartikan sebagai peristiwa, kejadian, kondisi benda yang sesungguhnya. Dalam mengemukakan fakta harus disampaikan apa adanya, tidak dibenarkan melakukan penilaian. Misalnya dengan memberikan penilaian baik, buruk, sayang sekali, kasihan, dan lain sebagainya. Kata-kata demikian menggambarkan penilaian.
d.      Mengemukakan Pendapat/Opini.
Latihan mengemukakan pendapat dilakukan dengan cara memberikan komentar, tanggapan, keyakinan, alasan, dan pendapat terhadap suatu peristiwa atau keadaan sesuai dengan subjektivitas pembicara. Dalam memberikan pendapat diperlukan alasan danbukti yang menguatkan pernyataan.
e.       Mengemukakan isi bacaan
Latihan mengemukakan isi bacaan adalah latihan berbicara dengan jalan menceritakan tentang judul, bacaan, siapa pengarang, tokoh, tempat kejadian, dan jalan cerita suatu bacaan.
f.       Bercerita Kreatif
Latihan ini berupa latihan bercerita berdasarkan pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, atau berdasarkan buku yang telah dibaca. Unsur kreativitas dalam bercerita ditandai adanya penambahan, pengurangan, bahkan pengubahan dari teks aslinya.


g.      Reka Cerita Gambar
Siswa dapat dipancing untuk berbicara berdasarkan gambar. Untuk itu guru dapat menyediakan sejumlah gambar yang menumbuhkan perhatian dan minat siswa. Misalnya, gambar kesibukan orang di stasiun, ramainya lalu lintas di padang pariaman. Hancur leburnya fasilitas jalan, perumahan, dan perbankan, akibat terjadinya gempa bumi di padang pariaman, Sumatra barat. Reka cerita gambar dapat berupa fakta atau opini atau kombinasi antara fakta dan opini.
h.      Laporan pandangan mata
Teknik laporan pandangan mata dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Bahasa yang digunakan dalam laporan pandangan mata haruslah singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, menarik, dan komunikatif.

2.      Teknik pembelajaran berbicara kelompok
Pembelajaran berbicara secara kelompok dapat dilakukan dengan beberapa teknik berikut:
a.       Menjawab pertanyaan, dapat dilakukan secara sederhana sampai dengan tingkat yang kompleks. Untuk latihan sederhana guru dan siswa dapat mengajukan sejumlah pertanyaan sederhana yang ditanyakan hal-hal umum yang sederhana. Tujuannya, jika jika ditujukan kepada siswa adalah untuk menumbuhkan keberanian.
b.      Membuat pertanyaan. Latihan membuat pertanyaan dapat dilakukan dengan cara permainan, merumuskan sejumlah pertanyaan berdasarkan teks bacaan, dll.
c.       Mendeskripsikan. Siswa dilatih berbicara dengan mendeskripsikan benda, peristiwa, cara kerja mesin, dll.
d.      Dialog
Dialog adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan memperhatikan isi perannya.
e.       Wawancara
Wawancara adalah bentuk percakapan yang biasanya dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk memperoleh informasi yang bersifat otentik. Orang yang diwawancarai adalah orang-orang yang memiliki keistimewaan. Wawancara dapat dilakukan secara terencana dan secara spontan.
f.       Cerita berantai
Guru menyusun suatu cerita yang dituliskan dalam helai kertas. Cerita itu kemudian dibaca dalam hati dan dihapalkan. Siswa menceritakan kepada siswa kedua. Siswa kedua menceritakan kepada siswa ketiga dan seterusnya sampai dengan siswa terakhir. Untuk siswa terakhir dicocokan kesesuaiannya dengan cerita awal.
g.      Mendramatisasikan
Melalui teknik ini siswa dilatih mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam bentuk dialog. Topic dialog dapat ditentukan oleh guru atau siswa. Sumber topic dapat diambilkan dari peristiwa sehari-hari, berita, TV, dan surat kabar.
Peran-peran diusahakan yang dekat dengan lingkungan dunia anak. Misalnya konteks peran-peran dilingkungan sekolah. Peran sebagai wali kelas, penjaga sekolah, penjaga kantin, dll.

C.    Komponen Profesional Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.
Kompetensi profesional merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang guru. Guru harus mampu mengaplikasikan kompetensi profesional untuk menunjang keberhasilan siswa dalam memperoleh pengetahuan. Adapun komponen profesional seorang guru meliputi:
1.      Penguasaan Bahan Bidang Studi
Kompetensi pertama yang harus dimiliki seorang guru adalah penguasaan bahan bidang studi. Penguasaan ini menjadi landasan pokok untuk keterampilan mengajar. Yang dimaksud dengan kemampuan menguasai bidang studi menurut Wijaya (dalam Sulistijo, joko dan mustofa, 2012 : 14) adalah kemampuan mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisa, menyintesiskan, dan mengevaluasi sejumlah pengetahuan yang diajarkannya.
Ada dua hal dalam menguasai bahan bidang studi:
a.       Menguasai bahan bidang studi dan kurikulum sekolah. Untuk menguasai bahan bidang studi dan kurikulum sekolah dapat dilakukan dengan cara:
1)      Mengkaji bahan kurikulum bidang studi.
2)      Mengkaji isi buku-buku teks bidang studi yang bersangkutan.
3)      Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang disarankan dalam kurikulum bidang studi yang bersangkutan.

b.      Menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi. Hal ini dilakukan dengan cara:
1)      Mempelajari ilmu yang relevan.
2)      Mempelajari aplikasi bidang ilmu ke dalam bidang ilmu lain (untuk program-program studi tertentu).
3)      Mempelajari cara menilai kurikulum bidang studi.

2.      Pengelolaan Program Belajar Mengajar
Kemampuan mengelola program belajar mengajar mencakup kemampuan merumuskan tujuan instruksional, kemampuan mengenal dan menggunakan metode mengajar, kemampuan memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat, kemampuan melaksanakan program belajar mengajar, kemampuan mengenal potensi peserta didik, serta kemampuan merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial.
Secara rinci menurut sciever (dalam Sulistijo, joko dan mustofa, 2012 : 36): kemampuan mengelola program belajar mengajar dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
a.       Merumuskan tujuan instruksional. Kemampuan ini dilakukan dengan cara:
1)      Mengkaji kurikulim bidang studi.
2)      Mempelajari cirri-ciri rumusan tujuan instruksional.
3)      Mempelajari tujuan instruksional bidang studi yang bersangkutan.
4)      Merumuskan tujuan instruksional bidang studi yang bersangkutan.

b.      Mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar. Kemampuan ini dapat dilakukan dengan cara:
1)      Mempelajari macam-macam metode mengajar.
2)      Menggunakan macam-macam metode mangajar.

c.       Memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat. Kemampuan ini dapat dilakukan dengan cara:
1)      Mempelajari kriteria pemilihan materi dan prosedur mengajar.
2)      Menggunakan kriteria pemilihan materi dan prosedur mengajar.
3)      Merencanakan program pelajaran.
4)      Menyusun satuan pelajaran.

d.      Melaksanakan program belajar mengajar. Kemampuan ini dilakukan dengan cara:
1)      Mempelajari fungsi dan peran guru dalam proses belajar mengajar.
2)      Menggunakan alat bantu belajar mengajar.
3)      Menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar.
4)      Memonitor proses belajar peserta didik.
5)      Menyesuaikan rencana program pengajaran dengan situasi kelas.

e.       Mengenal kemampuan (entry behavior) anak didik. Kemampuan ini dilakukan dengan cara:
1)      Mempelajari tingkat perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi belajar.
2)      Mempelajari prosedur dan teknik untuk mengidentifikasi kemampuan peserta didik.
3)      Menggunakan prosedur dan teknik untuk mengidentifikasi kemampuan peserta didik.
f.       Merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial. Kemampuan ini dapat dilakukan dengan cara:
1)      Mempelajari faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
2)      Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik.
3)      Menyusus rencana pengajaran remedial.
4)      Melaksanakan pengajaran remedial.

3.      Pengelolaan Kelas
Kemampuan ini menggambarkan ketrampilan guru dalam merancang menata dan mengatur sumber-sumber belajar,agar tercapai suasana pengajaran yang efisien. Jenis kemampuan yang perlu dimiliki guru adalah:
a.       Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran
Kemampuan ini dapat dikuasai dengan cara berikut ini.
1)      Mempelajari macam-macam pengaturan tempat duduk dan setting ruangan kelas sesuai dengan tujuan-tujuan intruksional yang hendak dicapai, serta
2)      Mempelajari kreteria penggunaan macam-macam pengaturan tempat duduk dan setting ruangan.
b.      Menciptakan iklim belajar mengajar yang kunduksif.
Kemampuan ini dapat dikuasai dengan cara berikut ini.
1)      Mempelajari faktor-faktor yang menggangu iklim belajar mengajar yang kondusif.
2)      Mmpelajari strategi dan prosedur pengelolaan kelas yang bersifat preventif.
3)      Mengunakan strategi dan prosedur pengelolaan kelas yang bersifat preventif.
4)      Mengunakan prosedur pengelolaan kelas yang bersifat kuratif.

4.      Pengelolaan dan Penggunaan Media Serta Sumber Belajar
            Kemampuan ini pada dasarnya merupakan kemampuan menciptakan kondisi belajar yang merangsang agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
            Ada enam jenis kemampuan memahami media dan sumber belajar, menurut CeCe Wijaya (dalam Sulistijo, joko dan mustofa, 2012 : 41) yaitu :
a.       Mengenal, memilih dan mengunakan media  
       Kemampuan ini dapat dikuasai dangan cara-cara berikut:
1)      Mempelajari macam-macam  media pendidikan,
2)      Mempelajari kreteria pemilihan media pendidikan,
3)      Menggukan media pendidikan,serta
4)      Merawat alat –alat bantu belajar mengajar.
b.      Membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana. Kemampuan ini dapat dikuasai dengan cara:
1)      Mengenali bahan-bahan yang tersedia dilingkuan sekolah untuk membuat alat-alat bantu,
2)      Mempelajari perkakas untuk membuat alal-alat bantu mengajar,serta
3)      Mengunakan perkakas untuk membuat alat bantu mengajar.
c.       Menggunakan dan menggelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar.Khusus untuk guru IPA kemampuan ini dapat dikuasai dengan cara:
1)      Mempelajari cara-cara menggunakan laboratorium,
2)      Mempelajari cara-cara dan aturan penggamanan kerja laboratorium,
3)      Berlatih mengatur tata ruang laboratorium,serta
4)      Mempelajari cara merawat  dan menyimpan alat-alat
d.      Khusus untuk guru IPA, dapat mengembangkan laboratorium .
Kegiatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1)      Mempelajari fungsi laboratorium dalam proses belajar mengajar,
2)      Mempelajari kreteria pemilihan adat,
3)      Mempelajari berbagai desain laboratorium,
4)      Menilai keefektifan kegiatan laboratorium,serta
5)      Mengengbangkan ekperimen baru.
e.       Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar.
Kegiatan yang dapat dilakukan adalah:
1)      Mempelajari fungsi- fungsi perpustakaan dalam proses belajar mengajar ,
2)      Mempelajari macam-macam sumber perpustakaan,
3)      Menggunakan macam-macam sumber perpustakaan,
4)      Mempelajari Kreteria pemilihan sumber perpustakaan, serta
5)      Menilai sumber-sumber kepustakaan.

  1. Pengusaan landasan – landasan Kependidikan
            Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan berkaitan dengan kegiatan sebagai berikut:
a.       Mempelajari konsep dan masalah pendididkan pengajaran dengan sudut tinjauan sosiologis,fiosofis,historis dan psikologis.
b.      Mengenal fungsi sekolah sebagai lembaga sosial yang secara potensial dapat memajukan masyarakat dalam arti luas serta pengaruh timbal balik antar sekolah dan masarakat.
c.       Mengenal karakteristik peserta didik baik secara fisik,maupun psikologis.

  1. Mampu Menilai Peserta Belajar Mengajar
            Kemampuan menilai prestasi belajar mengajar perlu dimiliki oleh guru. Kemampuan yang dimaksud adalah kempuan mengukur perubahaan tingkah laku peserta didik dan kemampuan mengukur kemahiran dirinya dalam mengajar dan dalam memmbuat progam.Dalam setiap pekerjaan evaluasi ada tiga sasaran yang hendak dicapai ,yaitu:
a.       Prestasi berupa pernyataan dalam bentuk angka dan nilai tingkah laku,
b.      Prestasi mengajar berupa pernyataan lingkungan yang mengamatinya melalui penghargaan atas prestasi yang dicapainya,serta
c.       Keunggulan progam  yang dibuat guru, karena relevan dengan didik lingkungannya.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran adalah sebagai berikut:
a.       Mempelajari fungsi penilaian,
b.      Mempelajari bermacam-macam teknik dan prosedur penilaian.
c.       Menyusun teknik dan prosedur penilaian.
d.      Mempelajari kreteria pemilihan teknik dan prosedur penilaian.
e.       Menggunakan teknik dan prosedur penilaian.
f.       Mengolah dan menginterpretasi hasil penilaian.
g.      Menggunakan hasil-hasil penilaian untuk perbaikan proses belajar mengajar.
h.      Menilai teknik dan prosedur penilaian.
i.        Menilai keefektifan progam pengajaran

            Dengan banyaknya tantangan zaman, dalam dunia pendidikan, khususnya yang terkait dengan strategi pembelajaran diperlukan adanya perubahan paradigma dari teaching ke learning. Implikasi dari perubahan itu adalah proses pendidikan menjadi proses bagaimana belajar bersama antara guru dan anak didik. Guru dan siswa dalam konsteks ini sama sama merupakan subjek dalam proses pembelajaran. Dalam kondisi demikian lingkungan sekolah menjadi learning society (masyarakat belajar). Dalam paradigm ini,  siswa tidak lagi disebut  pupil tapi learner.
            Beralihnya paradigm pendidikan dari teacing ke learning ini secara jelas terlihat dalam empat visi pendidikan menuju abad ke-21 yang disepakati UNISCO atau sering disebut dengan empat pilar pendidikan sejagat. Keempat visi yang dimaksut adalah sebagai berikut.
1.         Learning to think (belajar berfikir) atau learning to know (belajar mengetahui). Ini berarti bahwa pendidikan merupakan proses pemberdayaan sisiwa untuk memperoleh pengetahuan dan mampu berfikir secara logis dan rasional sehingga mereka bisa mengatakan pendapat dan sikap kritis serta memiliki semangat membaca yang tinggi.
2.         Learning to do (belajar berbuat). Pendidikan adalah proses pemberdayaan siswa agar mampu berbuat termasuk didalamnya memecahkan masalah yang dihadapi.
3.         Learning to live together (belajar hidup bersama). Pendidikan diarahkan pada pembentukan kesadaran bahwa pelajar hidup dalam sebuah sebuah dunia yang global yang didalamnya terdapat berbagai ragam manusia yang memiliki latar belakang agama,bahasa dan budaya yang berbeda. hidup, toleransi, menjadi aspek utama yang seharusnya menginternal dalam kesadaran siswa.
4.         Learning to be (belajar menjadi diri sendiri). Pendidikan diorentasikan pada bagaimana siswa dimasa depan bisa tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang mandiri,memiliki harga diri, dan tidak sekedar memiliki having (materi, jabatan,dll).
Keempat pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan memperdayakan sisiwa untuk learning atau belajar.
            Visi pendidikan diatas membawa implikasi pada strategi yang digunakan dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran seharusnya bisa mengengbangkan sisiwa untuk mengetahui memahami, berfikir, pembelajaran memiliki karakteristik (1) berpusat pada siswa, (2) mengembangkan kreativitas siswa, (3) memfasilitasi siswa, (4) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang sehingga mendorong berkembangnya keingintahunya siswa, (5) bermuatan nilai, etika, estetika, logika dan kinestetika, (6) konstekstual, efektif, efisien, dan bermakna, dan (7) menyediakan pengalaman belajar yang beragam.
Sistem pendidikan di Indonesia yang ada selama ini ibarat sebuah bank. Peserta didik diberikan pengetahuan agar kelak mendatangkan hasil yang berlipat –lipat. Peserta didik diperlakukan sebagai bejana kosong yang akan diisi, sebagai sarana tabungan. Guru adalah subjek aktif, sedangkan peserta didik adalah subjek pasif yang penurut dan diperlakukan secara sama.
Pendidikan akhirnya bersifat naïf dengan guru memberikan informasi yang harus diterima apa adanya oleh peserta didik. Perilaku antagonis pendidikan gaya bank sangat magis dan naïf tersebut diantaranya (1) guru mengajar ,murid belajar (2) guru tau segalanya,murid tidak tau apa apa, (3) guru berfikir murid dipikirkan, (4) guru bicara, menuruti, (7) guru bertindak , murid membayangkan bagaimana bertindak  sesuai dengan tindakan guru, (8) guru memilih apa yang diajarkan ,murid menyesuaikan diri, (9) guru mengacaukan wewenang wawasan yang dimilikinya dengan wewenang yang profesionalismenya dan mempertentangkannya dengan kebebasaan murid dan (10) guru adalah subjek proses belajar dan murid objeknya (Depdiknas,2004)

D.    Metode Pembelajaran Role playing
Metode bermain peran adalah salah satu proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode simulasi. Menurut Dawson yang dikutip oleh Moedjiono & Dimyati mengemukakan bahwa simulasi merupakan suatu istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu model yang mereplikasi proses-proses perilaku. Sedangkan menurut Ali (dalam Nazwadzulfa, 2009)  mengemukakan bahwa metode simulasi adalah suatu cara pengajaran dengan melakukan proses tingkah laku secara tiruan.
Metode pengajaran simulasi terbagi menjadi 3 kelompok, dikemukakan olah Ali yang dikutip dari Prolbid, sebagai berikut ini : (a) Sosiodrama, yaitu semacam drama sosial berguna untuk menanamkan kemampuan menganalisa situasi sosial tertentu, (b) Psikodrama, yaitu hampir mirip dengan sosiodrama. Perbedaan terletak pada penekannya. Sosiodrama menekankan kepada permasalahan sosial, sedangkan psikodrama menekankan pada pengaruh psokologisnya; dan (c) Role-Playing atau bermain peran yaitu metode yang bertujuan menggambarkan suatu peristiwa masa lampau.
Metode bermain peran adalah salah satu proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode simulasi. Menurut Dawson yang dikutip oleh Moedjiono & Dimyati mengemukakan bahwa simulasi merupakan suatu istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu model yang mereplikasi proses-proses perilaku. Sedangkan menurut Ali (dalam Sumiati dan Asra, 2002 : 99)  mengemukakan bahwa metode simulasi adalah suatu cara pengajaran dengan melakukan proses tingkah laku secara tiruan.
Metode pengajaran simulasi terbagi menjadi 3 kelompok, dikemukakan olah Ali yang dikutip dari Prolbid, sebagai berikut ini : (a) Sosiodrama, yaitu semacam drama sosial berguna untuk menanamkan kemampuan menganalisa situasi sosial tertentu, (b) Psikodrama, yaitu hampir mirip dengan sosiodrama. Perbedaan terletak pada penekannya. Sosiodrama menekankan kepada permasalahan sosial, sedangkan psikodrama menekankan pada pengaruh psokologisnya; dan (c) Role-Playing atau bermain peran yaitu metode yang bertujuan menggambarkan suatu peristiwa masa lampau.
Sedangkan, Moedjiono dan Dimyati (2009:118) membagi metode pengajaran simulasi menjadi 3 kelompok seperti berikut ini :
1.         Permainan simulasi (simulation games) yakni suatu permainan dimana para pemainnya berperan sebagai tempat pembuat keputusan, bertindak seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam suatu situasi yang sebenarnya, dan / atau berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan peran yang ditentukan untuk mereka;
2.         Bermain peran (role playing) yakni memainkan peran dari peran-peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakan kembali situasi sejarah/peristiwa masa lalu, menciptakan kemungkinan-kemungkinan kejadian masa yang akan datang, menciptakan peristiwa mutakhir yang dapat diperkaya atau mengkhayal situasi pada suatu tempat dan/atau waktu tertentu, dan
3.         Sosiodrama (sociodrama) yakni suatu pembuatan pemecahan masalah kelompok yang dipusatkan pada suatu masalah yang berhubungan dengan relasi kemanusiaan. Sosiodrama memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan alternatif pemecahan masalah yang timbul dan menjadi perhatian kelompok.
Pembelajaran dengan metode bermain peran adalah pembelajaran dengan cara seolah-olah berada dalam suatu situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep. Dalam metode ini siswa berkesempatan terlibat secara aktif sehingga akan lebih memahami konsep dan lebih lama mengingat, tetapi memerlukan waktu lama.

1. Persiapan metode bermain peran :
a.       Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simuasi
b.      Guru memberikan gambaran masalah dalam simulasi yang akan disimulasikan
c.       guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi peranaan yang akan dimainkan oleh para pemeran serta waktu yang akan disediakan
d.      Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeran simulasi







2. Penggunaan Role playing
Secara luas disetujui bahwa belajar terjadi bila kegiatan-kegiatannya menyenangkan dan dapat diingat. Jeremy Harmer yang dikutip oleh Gillian Porter Ladousse (dalam Nazwadzulfa, 2009) menegaskan, penggunaan role playing digunakan dengan alasan sebagai berikut; a) menyenangkan dan memotivasi, b) siswa yang diam mendapat kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka ke arah kemajuan, lingkungan di dalam kelas dan di luar kelas menjadi tak terbatas serta menawarkan kesempatan penggunaan bahasa secara luas.
Situasi nyata dapat tercipta dan para siswa mendapatkan keuntungan dari latihan. Kesalahan apapun yang mereka buat tidak membebani.
Langkah yang harus dilakukan dalam pelaksanaan metode bermain peran adalah :
a.         Mempersiapkan situasi untuk memulai drama
b.         Menjelaskan kepada anak-anak apa yang diharapkan dari hasil dramatisasi yang dilakukan
c.         Menugaskan untuk memegang peranan tertentu kepada anak-anak
d.        Mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan para pelaku
e.         Pelaksanaan drama
f.          Menilai drama secara bersama-sama antar guru dan siswa

3. Manfaat Role playing
a.       Banyak macam pengalaman bisa dibawa kedalam kelas lewat role playing. Rentangan fungsi dan struktur bahasa dan luasnya kosakata yang diperkenalkan melaju/berkembang tanpa batas. Melalui role playing kita bisa melatih siswa mengembangkan ketrampilan berbicara dalam berbagai situasi.
b.      Role playing meletakkan siswa pada berbagai situasi yang bermanfaat untuk mengembangkan bahasa dalam memperlicin hubungan sosial
c.       Role playing membantu kebanyakan siswa pemalu dengan menyediakannya sebuah topeng. Beberapa siswa pendiam mungkin mempunyai kesulitan dalam berinteraksi dan beraktivitas lainnya. Dengan role playing siswa terbebas oleh karena mereka tidak merasa pribadinya terlibat.
d.      Alasan terpenting menggunakan role playing tidak lain adalah kegembiraan. Sekali siswa memahami dengan apa yang diharapkan, mereka menikmati imajinasinya.
Akhirnya, role playing merupakan salah satu dari seluruh teknik komunikasi yang mengembangkan siswa lancar berbahasa, yang memajukan interaksi di dalam kelas, dan yang meningkatkan motivasi. Role playing juga tidak hanya mendorong siswa belajar bersama rekan seusianya, tetapi juga meningkatkan  kebersamaan guru dan siswa untuk bertanggung jawab terhadap proses belajar. Role playing mungkin merupakan teknik yang paling fleksibel dan guru-guru yang segera mengunakan role playing dapat mempertemukan kebutuhan–kebutuhan yang tak terbatas dengan latihan bermain peran secara efektif dan tepat.






4. Hal – hal yang  perlu diperhatikan dalam  Role playing
a.          Siap untuk berhasil
Role playing di tingkat dasar. Mencoba memikirkan bahasa yang akan siswa gunakan. Siswa mungkin perlu ekstra dukungan untuk memiliki bahasa tersebut. Ketika mereka sedang bermain peran, siswa merasa telah dilengkapi dengan bahasa yang memadai. Untuk tingkat lebih tinggi, siswa tidak perlu banyak dukungan tetapi mereka perlu waktu masuk dalam peranan itu.

b.         Peranan Guru
Beberapa kemungkinan peranan guru, yakni a) Fasilitator, siswa mungkin membutuhkan kosakata baru dari guru, b) Penonton: guru mengamati, memberi komentar dan nasehat pada akhirnya, c) Partisipan: kadang-kadang ikut ambil peranan pada permainan tersebut.

c.         Bawalah situasi kegiatan menjadi hidup.
Bermain peran dengan mengambil cerita dan juga properti yang nyata, misalnya berperan sebagai pemilik toko dengan konsumennya. Hal ini akan membuat pembelajaran lebih menyenangkan dan mudah diingat.

d.        Tetap nyata dan relevan.
Cobalah menjaga peranan siswa untuk bermain senyata mungkin. Walaupun itu sulit siswa diajak untuk membayangkan kegiatan tersebut.





e.         Pembetulan kesalahan.
Ada banyak cara untuk membenarkan kesalahan ketika menggunakan teknik bermain peran. Beberapa siswa senang dibenarkan langsung setelah permainan selesai. Kalimat yang salah bisa ditulis dipapan tulis untuk dikoreksi bersama. Ada 3 cara dalam pembetulan kesalahan, yakni: 1) Self Correction Jika alat perekaman seperti video atau audiocasette ada, siswa diberi kesempatan mendengarkan hasil tampilannya  dan merenungkan bahasa yang telah digunakan. Mereka mungkin dengan mudah memeriksanya, 2) Peer – correction. Teman sekelasnya bisa mengoreksi kesalahan temannya. Hati-hati untuk tetap menjaga bahwa koreksi teman sebaya merupakan pengalaman positif dan menguntungkan untuk keterlibatan semua siswa, dan  3) Buat catatan kesalahan-kesalahan yang umum demi keberhasilan pelajaran berikutnya agar siswa tidak kehilangan motivasi setelah dibetulkan. Negosiasi dengan siswa terlebih dulu bagaimana mereka ingin dikoreksi.

f.     Gunakan imajinasimu dan bersenanglah.
Dalam Role playing (Bermain Peran), pemain diminta untuk melakukan peran tertentu dan menyajikan "permainan peran" dan melakukan "dialog-dialog" tertentu yang menekankan pada karakter, sifat atau sikap yang perlu dianalisa. Bermain peran haruslah mengungkapkan suatu masalah atau kondisi nyata yang akan dipergunakan bahan diskusi atau pembahasan materi tertentu. Dengan demikian, setelah selesai melakukan peran, langkah penting adalah analisis dari bermain peran tersebut. Para pemain diminta untuk mengemukakan peran dan perasaan mereka tentang peran yang dimainkan, demikian pula dengan peserta yang lain.
                   
Menerapkan role playing ke dalam kelas dapat menambah variasi, perubahan dan kesempatan menghasikan bahasa dan juga memberikan banyak kesenangan. Role playing juga dapat menjadi bagian dari kelas secara menyeluruh. Jika guru yakin bahwa kegiatan akan berlangsung dan dukungan penting tersedia akan membawa keberhasilan. Bagaimanapun juga jika guru tidak yakin akan kesahihan bermain peran maka dia jatuh ke dalam keinginannya tersebut. Oleh karena itu berpikirlah positif dan terus lakukan memungkinkan anda mendapatkan kejutan yang menyenangkan.







BAB III
METODE  PENELITIAN



A. Rancangan Penelitian
            Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut Classroom Action Research (CAR). Dimana guru melakukan peranan sebagai peneliti dan kelas sebagai laboratorium. PTK dimulai dengan refleksi awal, yaitu guru merefleksikan masalah-masalah yang ada dikelasnya. Kegiatan ini meliputi identifikasi masalah, analisis masalah, perumusan masalah, dan perumusan hipotesis tindakan. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan melalui 4 tahap, yakni: Perencanaan (Planning), Tindakan (Action), Pengamatan (Observation), dan Refleksi (Reflective). Tahap-tahap penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut:













Gambar 3.1. Siklus Prosedur Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus dan setiap siklus diharapkan ada perubahan yang dicapai.


B.  Tempat dan Waktu Penelitian
1.      Tempat
Lokasi penelitian ini bertempat di MI Miftahul Huda kecamatan Merakurak kabupaten Tuban, yang terletak di Ds. Tegalrejo Kec. Merakurak Kab. Tuban. Yaitu menuju kearah barat dari pusat kota melewati Jl. Dr. Wahidin Sudirihusodo memasuki Ds. Kembangbilo sampai ke Ds. Tegalrejo.

2.      Waktu
Waktu penelitian direncanakan pada semester I tahun pelajaran 2013/2014 dalam 2 siklus, Pelaksanaan penelitian dilaksanakan sesuai jadwal berikut:
Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No
Kegiatan
Bulan/minggu
Keterangan
1
Pengalian data awal
Juli/ Minggu ke 4

2
Pelaksanaan siklus I
19 Agustus 2013 minggu ke 4

3
Pelaksanaan Siklus II
26 Agustus minggu ke 5


Namun jika perubahan yang dialami siswa dilapangan masih membutuhkan perbaikan maka tidak mentup kemungkinan untuh menambah siklis lagi.

C. Subyek Penelitian
            Pada pembelajaran bahasa Indonesia tentang berbicara bahasa Indonesia, siswa kelas IV sangat cocok untuk diterapkannya pembelajaran dengan menggunakan metode Role Playing karena siswa kelas IV sudah mampu untuk menjiwai suatu peran.
            Jadi subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV MI Miftahul Huda Kec. Merakurak Kab. Tuban dengan jumlah 17 siswa dengan rincian 9 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki.

D. Instrumen Pengumpulan Data
            Jenis data yang dihimpun adalah data kualitatif karena penelitian ini merupakan penelitian proses yang dilakukan selama tindakan berlangsung. Untuk mempermudah pengumpulan data, peneliti meyusun sebuah rubrik penilaian yang meliputi; 1) Pemahaman, 2) Pelafalan, 3) Komunikasi Interaktif, 4) Isi Cerita, 5) Sikap dan 6) Struktur. Dalam pengumpulan data ini peneliti dibantu satu orang pengamat yang sama-sama melakukan Penelitian Tindakan Kelas di sekolah ini. Selain itu pengumpulan data diperoleh dari dokumentasi yang berupa:
1.      Observasi.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi pembelajaran yang sedang berlangsung  pada setiap siklus tanpa menganggu proses belajar mengajar yang sedang berlangsung. Data yang dikumpulkan melalui catatan observasi dan hasil evaluasi yang dilakukan sejak awal penelitian sampai akhir.

2.      Evaluasi Belajar Siswa.
Merupakan tes tulis yaitu tes dalam bentuk bahan tulisan (baik soal maupun jawabannya) yang diberikan di akhir pembelajaran untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa.

E. Teknik/Prosedur Pengumpulan Data
            Data penelitian dikumpulkan melalui observasi dengan menggunakan instrumen yang berupa lembar observasi dan lembar rubrik penilaian. Kegiatan observasi ini dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan. Tim peneliti mengisi rubrik yang telah disediakan dan mencatat kejadian-kejadian selama tindakan berlangsung.
1.      Observasi
Kegiatan observasi untuk mengukur keefektifan penggunaan metode Role Playing yang dilakukan dengan 2 siklus. Pada siklus pertama peneliti melakukan sesuai rencana pelaksanaan tindakan. Hasil observasi yang telah dihimpun, selanjutnya direfleksikan pada siklus berikutnya yaitu perbaikan atas kendala-kendala yang telah dilakukan siswa selama proses penelitian pada siklus pertama.
Tabel. 3.2. Lembar Observasi Siswa
No
Nama
Berani berbicara di depan kelas
Berani berpendapat
Berani bertanya/menjawab pertanyaan
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1













2














Keterangan:
               Nilai 1 = Kurang, Nilai 3 = Baik,
               Nilai 2 = Cukup, Nilai 4 = Sangat Baik

2.      Rubik Penilaian
Adapun kriteria penilaian dituangkan dalam sebuah rubrik penilaian sebagai berikut:
Tabel 3.3. Rubrik Penilaian Role playing
Kategori
Kriteria
Skor
Pemahaman
1.   Mengungkapkan 4-5 kalimat dan saling terkait
2.   Mengungkapkan 2-3 kalimat dan saling terkait
3.   Mengungkapkan 1 kalimat dan terkait
4.   Tidak dapat mengungkapkan kalimat
4

3

2
1
Pelafalan
1.     Sangat jelas
2.     Sangat jelas walaupun dengan aksen bahasa ibu
3.     Kurang jelas dan mempengaruhi makna
4.     Tidak jelas dan tidak bermakna
4
3

2
1
Komunikasi Interaktif 
1.      Percaya diri dan lancar dalam mengambil giliran bicara serta mampu mengoreksi diri jika salah
2.      Percaya diri meskipun ada pengulangan dan keraguan
3.      Lebih banyak merespon dan berinisiatif
4.      Tidak mampu merespon dan berinisiatif
4


3

2
1
Isi cerita
1.      Sesuai tema
2.      Sesuai tema tetapi sedikit menyimpang
3.      Kurang sesuai dengan tema
4.      Tidak sesuai dengan tema
4
3
2
1
Sikap
1.      Ekspresi dan suara penuh penjiwaan dan menarik perhatian
2.      Gaya dan suara kadang kadang  kurang penjiwaan
3.      Gaya dan suara kurang menarik serta terkesan menghafal
4.      Tidak ada ekspresi dan suara tidak jelas
4

3

2

1
Struktur
1.   Tatabahasa dan kosakata tepat
2.   Tatabahasa dan kosakata kadang kadang kurang tepat
3.   Tatabahasa dan kosakata kurang tepat dan mempengaruhi makna
4.    Tatabahasa dan kosakata sulit dipahami
4
3

2

1
Jumlah Nilai Keseluruhan

           
Berdasarkan hasil perolehan data, peneliti memberikan batasan-batasan ketuntasan, untuk masing-masing kategori, yaitu: 1) Pemahaman, siswa dapat mengungkapkan 2 sampai 3 kalimat dalam setiap kali pembicaraan, 2) Pelafalan, sangat jelas walaupun dengan aksen bahasa ibu, 3) Komunikasi Interaktif, siswa percaya diri meskipun ada pengulangan dan keraguan, 4) Isi cerita, sesuai tema walau ada sedikit penyimpangan, 5) Sikap, gaya dan suara kadang kurang penjiwaan, dan 6) Struktur, tatabahasa dan kosakata kadang-kadang kurang tepat.
Untuk kategori tatabahasa, peneliti tidak memberikan bobot yang tinggi, mengingat tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan kemampuan berbicara. Jika siswa dalam memproduksi kalimat masih ditemukan tatabahasa yang belum benar, sejauh tidak mengubah makna dan pesan yang mau disampaikan dapat dipahami, maka mereka akan ditoleransi dalam pencapaian ketuntasan minimal.
           
F.   Prosedur Penelitian
1. Siklus I
a. Penyusunan Rencana Tindakan
            Pada tahap ini peneliti menyusun rencana pembelajaran Bahasa Indonesia dengan materi pokok mengungkapkan makna secara lisan dalam wacana berbentuk dialog sederhana tentang kehidupan sekolah. Percakapan tersebut akan dikemas dalam bentuk role playing.
            Selain penyusunan rencana pembelajaran, peneliti bersama siswa membagi kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 siswa. Setelah terbentuk kelompok, masing–masing kelompok mendiskusikan topik yang telah mereka terima. Peran peneliti sangat diharapkan sekali oleh setiap anggota kelompok untuk penyusunan kalimat, karena sangat terbatasnya pengetahuan tatabahasa yang siswa miliki.
            Kegiatan lain yang peneliti lakukan pada tahapan ini yakni penyusunan instrumen pengambilan data saat tindakan berlangsung. Instrumen tersebut antara lain berupa lembar rubrik role playing, dan lembar pengamatan untuk guru.

b. Pelaksanaan Tindakan
            Pembelajaran diawali dengan penataan ruang kelas yang sesuai untuk kegiatan penyusunan narasi role playing oleh masing-masing kelompok. Tempat duduk disetting dalam kelompok. Peran peneliti sangat dibutuhkan pada saat proses penyusunan ini. Peneliti membantu setiap anggota kelompok yang mengalami kesulitan, baik kesulitan dalam pemilihan kosakata, kesulitan penulisan kalimat dengan tatabahasa Indonesia yang benar, pelafalan yang tepat, maupun cara memerankannya. Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan tindakan ini 2 x 35 menit.
            Setelah selesai penyusunan narasi ruang kelas disetting sesuai dengan ruang gerak role playing. Untuk lebih menarik para siswa diperbolehkan menggunakan kostum sesuai dengan peran yang mereka terima. Hal ini ditujukan untuk mendukung penjiwaan siswa dalam bermain peran.

c. Pengamatan
            Pada saat pelaksanaan tindakan, peneliti dibantu oleh sorang pengamat untuk membantu mengamati selama proses pembelajaran dengan bantuan instrumen–instrumen yang telah disediakan. Hal ini dilakukan untuk keperluan perbaikan pada siklus berikutnya.

d. Refleksi
            Tahapan ini dilaksanakan setelah pelaksanaan tindakan selesai. Refleksi segera dilakukan setelah siswa bermain peran agar mereka masih ingat dengan apa yang telah mereka lakukan. Dan apabila mereka membuat kesalahan, mereka segera mengetahuinya dan diharapkan bisa mengambil suatu tindakan yang sesuai yang berguna bagi perbaikan dirinya. Oleh sebab itu peneliti diharapkan segera menganalisa data ataupun catatan yang telah mereka dapatkan bersama pengamat saat proses pelaksanaan tindakan berlangsung. Dari hasil perolehan data tersebut, peneliti segera mengambil suatu tindakan yang tepat untuk perbaikan tindakan pada siklus berikutnya. Hal ini bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimal.

2. Siklus lI
a. Penyusunan Rencana Tindakan II
            Pada tahap ini peneliti menyusun rencana tindakan yang akan diambil berdasarkan perolehan data pada siklus pertama dengan tujuan agar pada siklus kedua siswa dapat memperbaiki kesalahannya dengan harapan tidak mereka lakukan pada siklus ini.

b. Pelaksanaan Tindakan
            Pembelajaran diawali dengan penataan ruang kelas yang sesuai untuk kegiatan penyusunan narasi role playing oleh masing-masing kelompok. Tempat duduk disetting dalam kelompok. Peran peneliti sangat dibutuhkan pada saat proses perbaikan baik narasi maupun bermain peran. Pendampingan peneliti masih sangat diperlukan untuk memperbaiki  segala  kesulitan yang telah mereka perbuat, baik kesulitan dalam pemilihan kosakata, kesulitan penulisan kalimat dengan tatabahasa yang benar, pelafalan yang tepat, maupun cara memerankannya. Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan tindakan ini 2 x 35 menit.
            Setelah selesai penyusunan narasi, ruang kelas kembali disetting sesuai dengan ruang gerak role playing. Dan untuk menjaga penampilan yang lebih menarik para siswa tetap diperbolehkan menggunakan kostum sesuai dengan perannya.

c. Pengamatan
            Peneliti masih tetap dibantu oleh seorang pengamat untuk mengamati proses pembelajara dan mengisi lembar observasi terhadap siswa. Hal ini dilakukan untuk menjadi bahan refleksi dan sebagai data dokumentasi.

d. Refleksi
            Peneliti bersama pengamat melakukan analisis data yang diperoleh dan memberikan refleksi pada siswa yang masih melakukan kesalahan, sedangkan bagi yang sudah baik diberi motivasi untuk meningkatkan kualitas pembicaraannya agar kosakata yang mereka peroleh ada peningkatan.

G.   Teknik Analisis Data
Peneliti menggunakan analisis data deskriptif kualitatif, yaitu analisis data yang sesuai dengan peristiwa yang terjadi melalui gambaran-gambaran nyata tentang peristiwa tersebut. Analisis data yang digunakan adalah :

1.      Untuk mengetahui hasil belajar siswa :
Rumus dari Depdiknas, 2004:112.
Nilai =
Jumlah soal benar
x 100
Jumlah soal


2.      Untuk mengetahui ketuntasan belajar kelas :
Rumus dari Depdiknas, 2004:112.
Ketuntasan Kelas =
Jumlah siswa yang tuntas
x 100
Jumlah soal


            Siswa dikatakan tuntas adalah siswa yang telah memenuhi kriteria minimal dari masing-masing kategori. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan role playing, adalah 70.  Sedangkan ketuntasan belajar klasikal tercapai bila telah terdapat ≥ 85% dari keseluruhan siswa tuntan belajar atau £ 15 siswa tuntas dari 17 siswa.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN



A.    Deskripsi Data Pra Survey
Pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas IV di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban, masih terbilang monoton dan hanya sekedar menggunakan metode ceramah dan Tanya jawab. Guru yang belum mampu menerapkan suatu metode pembelajaran akan berdampak pada hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa. Pembelajaran seperti ini membuat siswa di MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban menjadi kurang termotivasi untuk belajar yang berdampak pada suasana belajar menjadi ramai karena siswa hanya bermain sendiri, siswa kurang berperan aktif saat proses belajar mengajar berlangsung serta siswa seringkali hanya melamun. Selain itu kemampuan berbicara bahasa Indonesia juga masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari aktifitas siswa saat proses belajar mengajar berlangsung hanya sebagian kecil siswa yang mampu berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan guru denggan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Permasalahan diatas juga berdampak pada hasil belajar siswa khususnya pada pembelajaran bahasa Indonesia dengan materi berbicara bahasa Indonesia di kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban masih dibawah KKM 70 (belum tuntas). Dari hasil pengalian kemampuan awal siswa berupa hasil pretest, maka dapat diketahui pada tabel 4.1 berikut:



Tabel 4.1 Data Awal Hasil Pretest Siswa
No
Nama Siswa
KKM
Skor
Ketuntasan
Tuntas
Tidak tuntas
1
Abdul Khalif
70
71
ü

2
Aly Imron

50

ü
3
A. Farid Khotibul Umam

71
ü

4
Devinca Zalfa Khoirun Nisa

75
ü

5
Fatkhul Ulum

63

ü
6
Febri  Alisa Putra Pratama

63

ü
7
Ika Julio Prasetyo

46

ü
8
Muhammad Zainul Aliansis

75
ü

9
Naila Ahda Sabila Rosyada

63

ü
10
Nabilul Fatih

63

ü
11
Robi’atul Adawiyah

63

ü
12
Rokhani Nikmatun Sakdiyah

63

ü
13
Rossa Fitriyani

63

ü
14
Sa’yan Masykuroh

63

ü
15
Sholikhatin Hidayah

71
ü

16
Shoviatul Maula

71
ü

17
Muh. Ridho Zul Arsyil Majid

50

ü
Jumlah
1084
6
11
Rata-rata
63,76


Ketuntasan Klasikal

35%
64%

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin mengadakan suatu penelitian untuk meningkatan kemampuan berbicara berbahasa Indonesia biswa belas IV MI Miftahul Huda Kec. Merakurak Kab. Tuban Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Role Playing. Dengan menggunakan metode Role Playing ini diharapkan siswa akan lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.



B.     Deskripsi dan Interpretasi Hasil Penelitian
1.         Hasil Penelitian Siklus I
a.    Perencanaan
Perencanaan pelaksanaan siklus I ini dilakukan oleh peneliti dengan membuat rencana perbaikan pembelajaran yang akan digunakan dalam pelaksaan tindakan siklus I, peneliti juga sudah mempersiapkan pembagian kelompok untuk memerankan tokoh drama yang akan di perankan siswa melalui metode Role Playing. Selain itu lembar observasi dan lembar penilaian juga disertakan.

b.      Tindakan
Tindakan siklus I dilaksanakan hari selasa tanggal 19 Agustus 2013, selama dua jam pelajaran dan bertempat di ruang kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Tahun pelajaran 2013/2014. Dalam kegiatan ini, peneliti berkolaborasi dengan teman sejawat (guru) untuk melakukan tindakan. Tugas peneliti sebagai pelaku pembelajaran (pengajar), sedangkan teman sejawat (guru) melakukan observasi terhadap siswa pada saat pembelajaran berlangsung.

c.       Observasi (Pengamatan)
1)        Penilaian Siswa Dalam Pembelajaran Role Playing
Penilainan ini untuk mengukur keefektifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metode Role Playing.
Yang dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
Tabel. 4.2. Lembar Observasi Siswa
No
Nama
Berani berbicara di depan kelas
Berani berpendapat
Berani bertanya/menjawab pertanyaan
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
1
Abdul Khalif

ü



ü



ü


2
Aly Imron



ü



ü



ü
3
A. Farid Khotibul Umam

ü



ü



ü


4
Devinca Zalfa Khoirun Nisa

ü



ü



ü


5
Fatkhul Ulum


ü




ü



ü
6
Febri Alisa Putra Pratama


ü




ü



ü
7
Ika Julio Prasetyo



ü



ü



ü
8
Muh. Zainul Aliansis

ü



ü



ü


9
Naila Ahda Sabila Rosyada


ü



ü




ü
10
Nabilul Fatih

ü




ü



ü

11
Robi’atul Adawiyah

ü




ü



ü

12
Rokhani Nikmatun Sakdiyah


ü




ü



ü
13
Rossa Fitriyani

ü




ü



ü

14
Sa’yan Masykuroh

ü




ü



ü

15
Sholikhatin Hidayah


ü



ü



ü

16
Shoviatul Maula

ü



ü



ü


17
Muh. Ridho Zul Arsyil Majid



ü



ü



ü
Total Perolehan
40
33
32
Nilai
62,5
51,5
50

Keterangan :
Nilai 1         = Kurang                     Nilai 3 = Baik
Nilai 2         = Cukup                      Nili 4 = Sangat Baik

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa aktifitas siswa yang kriterianya baik dengan nilai 3 yaitu berbicara didepan kelas ada 9 siswa, berani berpendapat ada 5 siswa dan berani bertanya/menjawab pertanyaan ada 5 siswa. Sementara siswa dengan kriteria cukup dengan nilai 2 yaitu berbicara didepan kelas ada 5 siswa, berani berpendapat ada 6 siswa dan berani bertanya/menjawab pertanyaan ada 5 siswa dan sisanya dengan kriteria kurang dengan nilai 1.
2)             Hasil Belajar
Dengan menggunakan metode Role Playing dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan berbicara berbahasa Indonesia dapat kita lihat dari hasil test evaluasi diakhir proses pembelajaran yang dapat dalam tabel berikut:

Tabel 4.3 Hasil Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia dengan Menggunakan Metode Role Playing Pada Siklus I
No
Nama
Perolehan Nilai Setiap Kategori
Total
NIlai
Tuntas/
Tdk tuntas
A
B
C
D
E
F
1
Abdul Khalif
4
3
3
4
3
3
83
Tuntas
2
Aly Imron
2
2
2
2
2
2
50
Tidak tuntas
3
A. Farid Khotibul Umam
3
3
2
3
2
2
63
Tidak tuntas
4
Devinca Zalfa Khoirun Nisa
4
4
3
4
3
3
88
Tuntas
5
Fatkhul Ulum
3
2
3
2
2
2
58
Tidak tuntas
6
Febri Alisa Putra Pratama
3
3
3
3
2
2
67
Tidak tuntas
7
Ika Julio Prasetyo
2
3
3
3
2
2
63
Tidak tuntas
8
Muh. Zainul Aliansis
2
2
2
2
2
2
50
Tidak tuntas
9
Naila Ahda Sabila Rosyada
4
4
3
4
3
3
88
Tuntas
10
Nabilul Fatih
3
3
3
3
2
3
71
Tuntas
11
Robi’atul Adawiyah
2
2
2
3
2
2
54
Tidak tuntas
12
Rokhani Nikmatun Sakdiyah
2
2
2
3
2
2
54
Tidak tuntas
13
Rossa Fitriyani
3
3
3
3
3
2
71
Tidak tuntas
14
Sa’yan Masykuroh
3
3
3
3
3
3
75
Tuntas
15
Sholikhatin Hidayah
3
3
3
3
3
3
75
Tuntas
16
Shoviatul Maula
4
3
4
3
3
3
83
Tuntas
17
Muh. Ridho Zul Arsyil Majid
2
3
3
3
2
3
63
Tidak tuntas

Jumlah
1158


Rata-rata
68


Ketuntasan Klasikal

47%












Keterangan :
Jumlah siswa Tuntas               : 7 siswa
Jumlah siswa Tidak Tuntas     : 10 siswa

Kategori:
A. Pemahaman            C. Komunikasi Interaktif                    E. Sikap
B. Pelafalan                 D. Isi Cerita                                        F. Struktur

Keterangan Nilai:
Nilai 1 = Kurang                     Nilai 3 = Baik
Nilai 2 = Cukup                      Nilai 4 = Sangat Baik

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa ketuntasan klasikal adalah 47% atau 8 siswa yang memenuhi KKM dari 17 siswa. Selain itu rata-rata kelas juga masih rendah yaitu 68. Kriteria ketuntasan minimal di MI Miftahul Huda, Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban seorang siswa dikatakan tuntas belajar bila memiliki skor ≥ 70%. Sedangkan ketuntasan belajar siswa secara klasikal tercapai bila telah terdapat ≥ 85% dari keseluruhan siswa yang tuntas belajar. maka berdasarkan hasil siklus I diatas maka perlu dilakukan pelaksanaa siklus II.

d.      Refleksi
Berdasarkan observasi dan pemberian test yang peneliti lakukan pada saat pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti dapat melakukan refleksi sebagai berikut :
1)        Hasil belajar siswa menunjukan siswa yang tuntas sebanyak 7 siswa, siswa yang tidak tuntas sebanyak 10 siswa. Ketuntasan secara klasikal 47%.
2)        Dalam data hasil pengamatan aktivitas siswa, masih terdapat beberapa kelemahan yaitu siswa kurang berani berbicara di depan kelas, kurang berani berpendapat serta siswa kurang berani menjawab/bertanya kepada guru.
Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran pada siklus I sudah menunjukan peningkatan hasil belajar siswa dibandingkan dengan peninjauan awal. Kenaikan tersebut disebabkan karena pemograman pembelajaran yang lebih baik pada saat peninjauan awal. Meskipun pada pembelajaran siklus I sudah menunjukan peningkatan dibandingkan peninjauan awal tetapi nilai yang diperoleh siswa secara test evaluasi belum mencapai nilai KKM yang diinginkan.
Berdasarkan evaluasi akhir pada siklus I dari peningkatan belajar siswa maka masih diperlukan tindakan perbaikan untuk menyempurnakan dan meningkatkan lagi hasil pembelajaran sehingga ketuntasan belajar secara klasikal tercapai. Berdasarkan asumsi tersebut maka siklus II sebagai siklus perbaikan pada siklus I.

2.        Hasil Penelitian Siklus II
a.       Perencanaan
Tindakan pada silkus II dilaksanakan pada pembelajaran Bahasa Indonesia berikutnya. Untuk mengatasi berbagai kekurangan yang masih terdapat pada siklus I dari tingkat hasil belajar siswa, peneliti mengambil keputusan sebagai berikut:
1)        Peneliti harus memberikan bimbingan kepada siswa yang memiliki kemampuan dalam pembelajaran rendah.
2)        Siswa dituntut untuk melakukan kegiatan Role Playing tanpa membaca naskah dan diperbolehkan untuk berimprofisasi.

b.      Pelaksanaan
Tindakan siklus II dilaksanakan pada hari selasa 26 Agustus 2013, dengan satu kali tindakan selama dua jam pelajaran dan bertempat diruang kelas IV Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2012/2013 pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam kegiatan ini, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas IV untuk melakukan tindakan. Tugas peneliti yaitu sebagai pelaku pembelajaran (pengajar), sedangkan guru kelas IV melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung dengan mengisi lembar observasi aktivitas siswa.

e.       Observasi (Pengamatan)
1)        Penilaian Siswa Dalam Pembelajaran Role Playing
Penilainan ini untuk mengukur keefektifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metode Role Playing.
Yang dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:


Tabel. 4.4. Lembar Observasi Siswa
No
Nama
Berani berbicara di depan kelas
Berani berpendapat
Berani bertanya/menjawab pertanyaan
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
1
Abdul Khalif
ü



ü




ü


2
Aly Imron


ü


ü




ü

3
A. Farid Khotibul Umam
ü



ü



ü



4
Devinca Zalfa Khoirun Nisa
ü



ü



ü



5
Fatkhul Ulum

ü




ü


ü


6
Febri Alisa Putra Pratama

ü




ü


ü


7
Ika Julio Prasetyo


ü




ü


ü

8
Muh. Zainul Aliansis
ü



ü




ü


9
Naila Ahda Sabila Rosyada

ü



ü



ü


10
Nabilul Fatih

ü


ü



ü



11
Robi’atul Adawiyah

ü



ü


ü



12
Rokhani Nikmatun Sakdiyah

ü



ü



ü


13
Rossa Fitriyani
ü




ü


ü



14
Sa’yan Masykuroh
ü




ü


ü



15
Sholikhatin Hidayah

ü



ü



ü


16
Shoviatul Maula
ü



ü



ü



17
Muh. Ridho Zul Arsyil Majid


ü




ü


ü

Total Perolehan
55
51
55
Nilai
80,88
75
80,88

Keterangan :
Nilai 1         = Kurang                     Nilai 3 = Baik
Nilai 2         = Cukup                      Nili 4 = Sangat Baik

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa aktifitas siswa yang kriterianya sangat baik dengan nilai 4 yaitu berani berbicara didepan kelas ada 7 siswa, berani berpendapat ada 6 siswa dan berani bertanya/menjawab pertanyaan ada 7 siswa. Sementara siswa dengan kriteria baik dengan nilai 3 yaitu berani berbicara di depan kelas ada 7 siswa, berani berpendapat ada 7 siswa dan berani bertanya/menjawab pertanyaan ada 7 siswa. Siswa dengan kriteria cukup dengan nilai 2 yaitu berani berbicara di depan kelas ada 3 siswa, berani berpendapat ada 2 siswa dan berani bertanya/menjawab pertanyaan ada 3 siswa. Sementara siswa dengan kriteria kurang dengan nilai 1 yaitu berani berpendapat ada 2 siswa.

2)             Hasil Belajar
Dari hasil test evaluasi, maka dapat diketahui bahwa :

Tabel 4.5 Hasil Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia dengan Menggunakan Metode Role Playing Pada Siklus II
No
Nama
Perolehan Nilai Setiap Kategori
Total
NIlai
Tuntas/
Tdk tuntas
A
B
C
D
E
F
1
Abdul Khalif
3
3
3
3
3
3
75
Tuntas
2
Aly Imron
3
3
3
3
3
2
71
Tuntas
3
A. Farid Khotibul Umam
3
3
3
3
3
2
71
Tuntas
4
Devinca Zalfa Khoirun Nisa
4
4
4
4
3
3
92
Tuntas
5
Fatkhul Ulum
4
3
3
4
3
3
83
Tuntas
6
Febri Alisa Putra Pratama
4
3
4
4
3
3
88
Tuntas
7
Ika Julio Prasetyo
3
3
3
3
2
2
67
Tidak tuntas
8
Muh. Zainul Aliansis
4
3
3
3
2
2
79
Tuntas
9
Naila Ahda Sabila Rosyada
4
3
3
3
3
3
92
Tuntas
10
Nabilul Fatih
4
3
4
3
3
3
83
Tuntas
11
Robi’atul Adawiyah
4
4
3
4
3
3
88
Tuntas
12
Rokhani Nikmatun Sakdiyah
3
3
4
4
3
3
83
Tuntas
13
Rossa Fitriyani
3
4
4
4
3
3
88
Tuntas
14
Sa’yan Masykuroh
4
3
4
3
3
3
83
Tuntas
15
Sholikhatin Hidayah
4
4
4
3
3
3
88
Tuntas
16
Shoviatul Maula
4
4
4
4
3
3
92
Tuntas
17
Muh. Ridho Zul Arsyil Majid
3
3
3
3
3
3
67
Tidak tuntas

Jumlah
1313


Rata-rata
77


Ketuntasan Klasikal

88%

Jumlah siswa Tuntas               : 15 siswa
Jumlah siswa Tidak Tuntas     : 2 siswa

Keterangan Kategori:
A. Pemahaman            C. Komunikasi Interaktif                    E. Sikap
B. Pelafalan                 D. Isi Cerita                                        F. Struktur

Keterangan Nilai:
Nilai 1 = Kurang                     Nilai 3 = Baik
Nilai 2 = Cukup                      Nilai 4 = Sangat Baik

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa siswa sejumlah 15 anak telah tuntas dan 2 anak tidak tuntas belajar, atau sekitar 88% siswa tuntas dan 11,74% siswa tidak tuntas belajar. Selain itu rata-rata nilai meningkat menjadi 77.
Siswa dikatakan tuntas belajar bila memiliki skor ≥ 70%. Sedangkan ketuntasan belajar klasikal tercapai bila telah terdapat ≥ 85% dari keseluruhan siswa tuntan belajar. Dilihat dari hasil diatas dan dirasa sudah sukup baik maka peneliti tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya.

a.       Refleksi
Berdasarkan observasi dan pemberian tes evaluasi yang peneliti lakukan pada saat pelaksanaan tindakan siklus II, peneliti dapat melakukan refleksi sebagai berikut:
1)        Hasil tes hasil belajar menunjukkan siswa yang tuntas sejumlah 15, siswa yang tidak tuntas sejumlah 2 siswa. Ketuntasan secara klasikal yang diperoleh adalah 88%.
2)        Dalam data hasil pengamatan aktivitas siswa, sudah memenuhi kreteria yang diinginkan.
Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa pada pembelajaran siklus II tindakan-tindakan yang dilakukan oleh peneliti dan guru dalam usaha meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia materi melengkapi percakapan sudah berpengaruh terhadap kenaikan prosentase tersebut.

C.    Pembahasan Hasil Penelitian
Peneliti telah mencari data awal yang telah diperoleh dari observasi (Pengamatan). Peneliti menemukan kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Untuk meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Indonesia dilaksanakan dalam dua siklus. Pada pelaksanaan siklus I, masih banyak dijumpai kekurangan baik dari peneliti dan siswa. Peneliti memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut dalam pelaksanaan siklus II dan pelaksanaan siklus II merupakan penyempurnaan dari siklus I.
Faktor penyebab kenaikan hasil belajar siswa pada siklus II ini adalah karena metode Role Playing yang diterapkan dalam proses pembelajaran dapat memotivasi siswa untuk berperan aktif dalam belajar.
Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh peneliti dalam usaha meningkatkan keterampilan siswa dengan menggunakan metode Role Playing bisa dikatakan berhasil karena dapat  mencapai ketuntasan klasikal 88,24%. Secara keseluruhan peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dalam tebel berikut:
1.      Bagan Hasil Belajar Siswa
2.      Bagan Pencapaian Ketuntasan Klasikal




BAB V
PENUTUP



A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian siklus I dan siklus II dapat kita lihat  bahwa dengan menggunakan metode role playing pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas IV Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah sebagai berikut:
1.      Penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kemampuan berbicara berbahasa Indonesia siswa kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2013/2014.
2.      Hasil belajar peningkatkan kemampuan berbicara berbahasa Indonesia siswa kelas IV MI Miftahul Huda Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban dengan menggunakan metode pembelajaran role playing Tahun Pelajaran 2013/2014 pada siklus I diperoleh data bahwa hasil tes evaluasi siswa yang mencapai KKM 70 (tuntas) sejumlah 7 siswa dan yang belum mencapai KKM 70 (tidak tuntas) sejumlah 10 siswa dan ketuntasan klasikalnya adalah 47%. Pada siklus II diperoleh data bahwa hasil tes evaluasi siswa yang mencapai KKM 70 (tuntas) sejumlah 15 siswa dan yang belum mencapai KKM 70 (tidak tuntas) sejumlah 2 siswa dan ketuntasan klasikal menjadi 88%.




B.     Saran
Demi tercapainya pembelajran yang lebih sempurna dimasa mendatang, saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah:
1.      Bagi peneliti:
a.       Supaya mengembangkan profesionalisme guru terutama dalam penyusunan karya tulis ilmiah
b.      Lebih meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia.

2.      Siswa:
a.       Supaya lebih meningkatkan kemampuan berbicara berbahasa Indonesia.
b.      Supaya lebih berani untuk menyampaikan gagasan  sesuai dengan kemampuannya.

3.      Guru :
a.       Sebagai penelitian ini dijadikan rujukan untuk mengembangkan profesionalitasnya, terutama dalam pembuatan karya tulis ilmiah yang nantinya beroleh manfaat untuk kenaikan pangkat.
b.      Supaya dalam pengajaran tidak hanya berfokus pada penguasaan materi, tetapi tergantung pada kemampuan guru dalam menyampaikan materi serta memilih media, alat peraga, metode dan model pembelajaran yang tepat.
c.       Supaya guru lebih meningkatkan keprofesionalannya, dalam menggunakan media pembelajaran sampai pada evaluasi dan tindak lanjut hasil pembelajaran sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
4.      Sekolah
a.    Supaya dapat meningkatkan fasilitas pembelajaran dengan pengadaan media pembelajaran yang berfariasi.
b.    Supaya guru yang ada di sekolah tempat pelaksanaan penelitian dalam memperbaiki kegalan-kegagalan yang didapat dalam proses mengajar di sekolah tersebut.
c.    Supaya kepala sekolah meningkatkan proses pembelajaran dalam bidang sarana dan prasarana sehingga mutu pendidikan.






DAFTAR PUSTAKA



Arifin, Zaenal. 2012. Metodologi Penelitian, Pendidikan Filosofi, Teori & Aplikasinya. Surabaya : Lentera Cendikia

Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Yogyakarta : Rineka Cipta.

Badan Standar Nasional Pendidikan.2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:BSNP

Dimyati. and Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Roneka Cipta

Dosen Metodologi Penelitian. 2013. Panduan Penyusunan dan Mekanisme Penyelesaian Skripsi. Tuban : Lemlit UNIROW

Joko. and Sonhaji. 2009. Belajar dan Pembelajaan di SD II. Tuban : Universitas PGRI Ronggolawa Tuban.

Nazwadzulfa. 2009. Strategi Bermain Peran, (Online), (http://nazwadzulfa.Wodpress.com/2009/11/21)

Sulistijo, Joko. And Mustofa. 2012. Profesi Keguruan II di Sekolah Dasar. Tuban : Universitas PGRI Ronggolawe Tuban

Sumiati. and Asra. 2002. Metode Pembelajaran. Bandung : CV. Wacana Prima Bandung.

Suwigno, Heri. 2011. Materi dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah dasar. Tuban : Universitas PGRI Ronggolawe Tuban


Komentar